Cari Artikel Dengan Mesin Pencari

Informasi Tengah

Rabu, 20 April 2011

Sejarah Asia Tenggara: sebuah review atas buku karya Prof. Anthony Reid dan Prof. M.C. Riklefs.

Oleh: Subandi Rianto*
Mahasiswa Ilmu Sejarah Univ. Airlangga 2009

Berbicara mengenai sejarah Asia Tenggara, mengutip kata Prof. Taufik Abdullah, APU. Sejarawan LIPI. Tidak afdol jika tidak membahas mengenai sejarah Asia Tenggara tempo klasik. Tidak afdol juga jika tidak menyertakan seorang arkeolog besar asal Prancis, George Coedes (1913) yang berhasil “menemukan” sisa-sisa peradaban besar Kerajaan Besar Sriwijaya. Melalui empat buah prasasti yang ditemukan di Sumatera Selatan. Coedes berhasil merekonstruksi kembali sisa-sisa peradaban klasik Asia Tenggara yang meliputi Sumatera (Sriwijaya) dan Indo-Cina (Angkor-Kamboja).



Seluruh penemuannya ditulis di Hanoi dan direvisi kembali di Paris dengan judul Les Etats Hindouise’ d’indo-Chine et d’Indonesie. Buku inilah yang kemudian menjadi pegangan para arkeolog dan sejarawan Asia Tenggara. Entah sebagai buku rujukan atau buku perbandingan.
Selepas Coedes, penelitian mengenai sejarah Asia Tenggara. Baik secara klasik dan kontemporer terus berlanjut. Sejarawan Harry Benda, Guru Besar Sejarah Asia Tenggara dari Yale University turut meramaikan penelitian sejarah Asia Tenggara. Harry Benda bahkan membawa penelitiannya bersinergi dengan penelitian dunia geopolitik Asia Tenggara. Ia membahas terlalu jauh mengenai perpolitikan Indonesia dan negara-negara periferi di Asia Tenggara. Konsentrasi besar penelitian sejarah Asia Tenggara diberikan Riklefs dan Anthony Reid. Sama-sama dosen luar biasa di universitasnya untuk studi Asia Tenggara. Riklefs merupakan professor kehormatan Monash Universty-Australia untuk studi Asia Tenggara. Sementara Anthony Reid, juga guru besar di University California of Los Angeles untuk Studi Sejarah Asia Tenggara.
Anthony Reid mengawali tulisan bukunya “Sejarah Modern Awal Asia Tenggara” dengan membahas pada hal-hal umum. Mengawali seperti seorang anak kecil yang berhati-hati dengan mainan barunya. Reid mengulas awalan Asia Tenggara dengan narasi-narasi besar. Seperti geografis, kondisi etnografi dan baru masuk mengenai sejarah-sejarah awal perniagaan besar di semenanjung paling strategis di dunia ini. Berbeda dengan Reid, Riklefs cenderung apa adanya. Menulis ‘agak modern” dengan judul “Sejarah Indonesia Modern”. Riklefs mengawali esainya dengan opini besar bahwa persebaran agama Islam merupakan faktor penting berkembangnya sejarah Indonesia. Namun, sebagai proses paling buram dalam sejarah nasional kita.
Sepertinya, Riklefs mengamini pendapat para sejarawan Indonesia. Dimana sejarawan Indonesia setuju bahwa persebaran Islam di Nusantara menjadi titik penting adanya perubahan. Perubahan komunitas-komunitas dagang menjadi pemukim yang mengawali adanya sebuah konsep negara. Seperti Prof. Dr. Ayzumardi Azra, beliau menolak adanya anggapan bahwa persebaran Islam di nusantara hanya sebatas air tipis yang menggenangi nusantara. Anggapan tersebut mementahkan anggapan orientalis yang meragukan akan jasa-jasa Islam terhadap peradaban awal nusantara dan Asia Tenggara. Mereka menganggap Islam hanya sebagai karpet tipis pelapis peradaban yang datang sebelumnya di Nusantara. Kini, opini tersebut bisa dimentahkan dengan sendirinya.
Anthony Reid mengawali esai dalam bukunya dengan hal-hal yang bersifat general to specific. Menulis peristiwa-peristiwa besar di sekitar Asia Tenggara seperti kondisi-kondisi awal Daratan Cina dan Semenanjung Jepang. Terkecuali mengenai perkembangan militer, Reid juga membahas kebangkitan awal Asia Tenggara yang disebabkan karena majunya sistem perniagaan dan adanya sistem kapitalisme di semenanjung tersebut. Reid membuat analogi bahwa Asia Tenggara tak ubahnya seperti Eropa. Sama secara geografis dan keanekaragaman etnografis. Namun, berbeda dalam reaksi terhadap perubahan dari dunia luar. Asia Tenggara, tulisnya. Merupakan kawasan yang dianugerahi pemandangan berbeda. Terpecah-pecah dalam kekuasaan pemerintahan yang berbeda. Diawali dari Vietnam hingga memanjang ke Indonesia. Kronik pemerintahan yang mendiami Asia Tenggara silih berganti ikut mewarnai perjalanan semenanjung tersebut. Maksudnya, pengaruh penguasa dalam wilayah-wilayah tersebut menjadi sebuah simbiosis dengan aneka kehidupan disekitarnya. Dengan para penghuni hutan pedalaman, dengan para pelaut dll.
Berbeda dengan Reid yang fokus pada semenanjung Indo-Cina. Riklefs lebih fokus pada sejarah Indonesia modern. Pembukaan awalnya langsung membahas mengenai sebuah sejarah panjang masuknya Islam ke Indonesia. Seperti diuraikan di atas, Riklefs mengamini bahwa Islam merupakan faktor penting dari sebuah mozaik besar sejarah Indonesia. Riklefs tak ubahnya seperti indonesianis yang tertarik dengan Islam. Berbagai faktor-faktor penting dan pendukung adanya persebaran Islam dipaparkan secara runtut dan jelas. Butuh penjelasan satu bab awal untuk menerangkan awal masuknya Islam ke Nusantara. Riklefs berputar-putar pada semua teori yang berhipotesis masuknya Islam ke Nusantara. Sedikit banyak juga membahas mengenai penguasa-penguasa (baca: kerajaan Islam) di Indonesia.
Perbedaan mendasar yang disuguhkan antara Reid dan Riklefs adalah pondasi dasar awal mereka menulis. Reid menulis Asia Tenggara dengan sudut pandang secara ekonomi, dimana sudah dikatakan pada pembukanya. Bahwa Asia Tenggara berkembang karena sistem perniagaan dan unsur-unsur modern-kapitalisme yang kemudian menyatu dengan budaya setempat. Unsur-unsur tersebut menjelma pada berbagai dimensi. Senjata api contohnya, yang menjadi sebab musabab bangkitnya militer-militer penguasa-penguasa lokal. Berangkat dari hipotesis ekonomi. Reid juga mengakhiri dengan tema yang sama. Asia Tenggara mengalami kemunduran disebabkan semakin kuatnya dominasi ekonomi VOC atas Bandar-bandar utama Asia Tenggara. Selepas Malaka Jatuh, menyusul Banten, Makassar, Tuban dll. Maka, praktis pusat-pusat ekonomi Semenanjung Asia Tenggara menjadi milik monopoli VOC. Reid menutup esainya dengan pernyataan sangat diplomatis. “Mungkin saja proses kemunduran perniagaan Asia Tenggara merupakan salah satu proses adaptasi, sehingga keadaan perlahan berubah berbeda”
Sementara, Riklefs lebih bersifat multidimensional. Riklefs selain menulis mengenai perubahan sosial masyarakat Indonesia sejak masa Islam. Ia juga menulis berbagai hal politik dan ekonomi secara meluas. Pada BAB I selepas membahas mengenai rumitnya merekonstruksi proses awal masuknya Islam ke nusantara. Ia juga menulis mengenai awal-awal penjajahan kolonial atas Indonesia. Cara pandangnya yang sangat berbeda terhadap bab penjajahan membuatnya berbeda dalam memberi tema bukunya. Ia menulis bab penjajahan sebagai sebuah pembentukan negara-negara baru. Sudah bisa dimengerti bahwa proses penjajahan nantinya akan menjadi titik balik berdirinya banyak negara-negara di semenanjung Asia Tenggara. Lebih jauh lagi, Riklefs bisa menurut peristiwa per peristiwa yang terjadi dalam sejarah sosial ekonomi kita. Pantaslah jika kemudian bukunya menjadi rujukan penting pada jurusan-jurusan sosial di perguruan tinggi ternama di Indonesia. Isinya yang komprehensif dan lugas menandakan tingginya kadar keilmuan sang professor.

Tidak ada komentar: