Cari Artikel Dengan Mesin Pencari

Informasi Tengah

Rabu, 24 November 2010

Diplomat Indonesia dari Masa ke Masa : Sebuah Tinjauan Historis



Oleh: Subandi Rianto

Indonesia hingga saat ini mempunyai hampir ratusan diplomat yang bergerak diluar negeri. Baik yang dari tingkatan atase hingga duta besar (ambassador). Dimana dari sekian banyaknya diplomat dari masa ke masa, publik sepertinya sudah familiar dengan nama Ali Alatas. Sebagai seorang menteri luar negeri di era Soeharto, beliau mempunyai kemampuan berdiplomasi yang ulung. Mulai dari mahir beberapa bahasa asing, kemampuan bernegosiasi hingga kemampuan dalam persuasif.



Kemampuan Ali Alatas dalam bernegosiasi di dunia Internasional sudah tidak diragukan lagi. Disaat seluruh dunia menghujat Indonesia ketika terjadi “agresi” TNI/ABRI ke Timor-Timor, beliau dengan tenang dan sabar menyakinkan Negara-negara lain untuk menunggu investigasi menyeluruh. Dengan artian bahwa beliau menyakinkan bahwa kesalahan “Agresi Timor-Timor” bukan hanya pada pihak Indonesia saja. Perjuangan beliau sungguh melahkan sekali, karena harus berbicara dari satu forum internasional ke forum lainnya.
Selain contoh-contoh di atas, beliau juga menjadi pemeran utama dalam mendamaikan konflik di Kamboja. Saat itu, beliau menganjurkan agar pihak-pihak yang bertikai dapat menjernihkan pikiran dengan berunding di luar Kamboja. Keberhasilan beliau mempersuasi pihak-pihak yang bertikai agar menuruti saran Indonesia membuahkan hasil yang luar biasa. Terjadi proses perdamaian yang berarti bagi kemajuan Kamboja saat itu hingga kini. Keberhasilan tersebut membuat nama Ali Alatas harum di mata diplomat-diplomat Internasional, dan khususnya menjadi kebanggaan bagi Indonesia.
Keberhasilan Ali Alatas mendamaikan konflik Kamboja menjadi inspirasi bagi diplomat-diplomat Indonesia agar bisa lebih aktif dalam percaturan dunia Internasional. Beberapa tahun setelahnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla sukses meneruskan keberhasilan Ali Alatas dalam mendamaikan sebuah konflik. Jikalau dulu Kamboja, maka Jusuf Kalla bisa meredakan konflik Aceh dengan sederet perjanjian damai. Tidak dimungkiri lagi bahwa diplomat-diplomat Indonesia mempunyai daya tawar yang tinggi di mata dunia Internasional.
Era Millenium menjelang kebangkitan negara-negara berkembang dalam kancah ekonomi dan politik dunia. Memaksa terjadi persaingan dan pemaksaan peningkatan kualitas diplomat-diplomat Indonesia dalam “mengamankan” kepentingan nasional ataupun internasional di mata dunia. Ttidak dipungkiri lagi bahwa dikemudian hari akan terjadi gesekan-gesekan dalam percepatan pembangunan dan daya saing ekonomi politik antar Negara. Sehingga dibutuhkan diplomat-diplomat yang ulung dalam menata kepentingan nasional. Sayangnya, menjelang era percepatan millennium Indonesia ini, kualitas diplomat kita menurun tajam. Meningkatnya kasus trafficking, sengketa perbatasan wilayah hingga pembajakan budaya tidak segera ditanggapi oleh diplomat-diplomat kita sebagai wakil di Internasional. Maka, tidak heran jika harga diri Indonesia seolah-olah merosot tajam. Sorotan paling tajam diarahkan kepada Menlu Marty Natalegawa yang terkesan sangat lambat dalam mengamankan kepentingan Indoensia di kancah internasional. Kesan lambatnya Kementerian Luar Negeri dalam pekerjaan ini semakin diperparah dengan kasus-kasus TKI bermasalah di dua pengimpor TKI Indonesia yaitu Malaysia dan Arab Saudi. Walaupun beberapa kasus “mampu” diselesaikan. Namun, tidak semua tuntas. Masih begitu banyak residu yang membuat Indonesia terganjal di mata dunia. Kami rindu diplomat Indonesia yang tegas. Kami rindu Ali Alatas sebagai diplomat. Kami merindukan harga diri bangsa yang terhormat. Kami rindu semua.

Subandi Rianto, S.Hum., SE, MSM, Ph. D
Pemimpin Redaksi PERSPEKTIVA

Tidak ada komentar: